Kalau boleh jujur aku speechless aja dapet kata-kata itu waktu blogwalking tadi. Iya, tadi aku sempet blog walking ke banyak blog yg sering aku walking-in dan amazed me aku dapet kata-kata semacam itu.
Pertanyaannya adalah, coba deh, dikondisikan. Di saat kamu berharap, gak banyak kok, cuma sedikit, itu pun pake banget, di saat kamu gak pernah ketemu sama seseorang karena dipisahkan jarak, lalu kemudian kamu punya satu angka di kalender yg jelas-jelas udah pasti, dimana kamu dan seseorang tersebut akan ketemu di tempat dan waktu yg sama, bukan karena kalian berdua janjian tapi karena kalian memang diharuskan walau emang cuma bukan kalian. Tapi, sungguh jarak itu kejam kan? Kadang rindu aja lama-kelamaan bisa habis kalo jaraknya tetep terbentang. Kadang juga jarak bisa kikis habis perasaan yg sebenernya udah lama ngisi setiap inci jarak yg memisahkan. Apalagi cuma satu angka yg cuma jelas di kalender tapi gak di kenyataan. Lalu apa? Semakin angka itu dekat, semakin harapanmu meningkat. Harapan apa? Harapan untuk hanya sekedar bisa bicara, ngobrol, berbagi cerita. Harapan untuk hanya bisa sekedar tersenyum satu sama lain, tapi sama-sama tau seberapa besar rasa keinginan dan rindu itu ada walau cuma dengan cara yg kayak gitu. Itu baru harapan. Kemudian bagaimana? Di angka yg menampung semua harapan yg ada, yg satu melihat yg lainnya, begitu juga yg lainnya melihat yg satunya. Bertemu tatap, tapi berlawanan dari harapan, tanpa senyuman. Di angka yg menampun semua harapan yg ada, di tempat yg sama, di waku yg bersamaan, mereka sama-sama tau kalau mereka dalam satu tempat yg sama tapi kesempatan itu gak digunakan sesuai harapan dan rencana masing-masing. Mereka ada, tapi kayak gak ada. Percuma. Sia-sia. Gak ada artinya. Setelah itu kamu bisa apa? Di saat harapan yg kamu punya menipis tanpa habis, di saat itu juga kamu lihat dia begitu juga dia melihat kamu, tepat di mata. Tanpa hitungan detik yg lebih kemudian dia memalingkan muka. Jauh di depan. Tapi itu satu-satunya jalan. Mau gak mau harus kamu lewatin, yg itu artinya kamu juga harus lewatin dia. Harapanmu jelas masih ada, toh kesempatan bener-bener jelas. Tapi entah semesta sedang mempermainkan mereka atau bagaimana alasannya, kamu sukses, sukses ngelewatin tubuh yg lagi gak natap ke arah kamu sama sekali. Sekarang, setelah jalan habis oleh langkah, keajaiban yg disebut-sebut orang di saat-saat terakhir pun tetep gak terwujud. Kamu emang udah sampai di tempat yg kamu tuju, tapi tepat kamu udah di tempat yg kamu tuju, dia balik badan, kemudian kamu cuma bisa diam liat dia lari keluar, tanpa bicara apa-apa karena sampai saat kamu liat dia lari keluar dan kamu gak liat dia lagi di angka yg udah kamu tunggu itu-itu, kalian masih tetep diselimuti oleh bisu yg entah kenapa.
Adalah, mungkin gak ada perasaan lain yg kamu rasain selain kecewa. Dan entah kamu masih berani berharap untuk harapan yg sama di lain kesempatan atau gak. Karena sekeras apa pun otak bilang untuk tetep berfikir positif, tapi kalau udah menyangkut hati, gak ada yg bisa ngalahin apa yg dimau sama dia. Jadi, apakah salah kalau kamu berfikiran negatif lalu kemudian harapanmu benar-benar habis?