Pages

Sunday, March 4, 2012

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin


Daun yang jatuh tak pernah membenci angin… Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. Tak ada yang perlu disesali. Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah ke mana.

Bahwa hidup harus menerim. Penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti. Pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami. Pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.

Kebaikan itu seperti pesawat terbang. Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat. Kebaikan merambat tanpa mengenal batas. Bagai garpu tala yang beresonansi, kebaikan menyebar dengan cepat.

kemaren baru sempet nyelesain buku ini. padahal udah minjem dari Apik sejak awal Februari kemaren. pas Exacta di Teladan. hm. pas Exacta.... oke lupakan. lanjuuuts. aku nangis pas baca. yah... cerita ttg orang tua dan ttg kematian itu nuntut buat jadi sensitif kan? miris. ceritanya tuh...semacam. sedih. tapi aku gak suka endingnya. aneh. suka sama orang yg beda 14tahun tuuuuuh aneh banget-_- trus mendem perasaan smp segitunya tuh apa lg namanya kalo bukan bener-bener nyiksa._.  baca aja. bagus. nyedihin. tapi ya itu...sesuatu-_- lebih baik bersama orang yg mencintai kita daripada bersama orang yg kita cintai.

No comments:

Post a Comment